Benang Tridatu

Benang Tridatu

Murid : Mahaguru bagaimana makna dari Tridatu ?
Mahaguru : Tridatu adalah perlambang dari Sinar Suci Ida Sanghyang Widi yang dikenal dengan sebutan Tri Murti (Brahma, Wisnu, Ciwa). ;
Dewa Brahma sebagai unsur Merah dengan aksara ANG dan Urip 9 sebagai Sang Pencipta,
Dewa Wisnu Sebagai unsur hitam dengan aksara UNG dan urip 4 sebagai Sang Pemelihara, serta
Dewa Ciwa sebagai unsur putih dengan aksara MANG dan urip 8 sebagai Pelebur.
Dalam kehidupan sehari-hari bermakna bahwa Lahir, Hidup, Mati, manusia hindu seharusnya mengingat proses kehidupan ini. Dewa Brahma sebagai pencipta akan melahirkan kedunia sesuai dengan Karma dimasa silam, dan Dewa Wisnu sebagai Pemelihara menuntun manusia untuk memperbaiki karma di masa silam, dan Dewa Ciwa sebagai dewa Pelebur mengembalikan sang Atman.
Tidak ada satu manusia yang akan terbebas dari lingkaran kehidupan itu, sehingga kita diingatkan dengan sematan Benang Tridatu di tangan untuk selalu ingat bahwa saat terlahir ini bisa menjadi lebih sempurna.
Murid : Apakah dengan memakai benang tridatu kita terbebas dari hukum karma pala ?
Mahaguru : Semua kembali kepada diri sendiri, Garis takdir sudah diatur oleh Hyang Widi yang senantiasa mengingatkan manusia untuk menjadi lebih baik. Kehidupan terlahir kembali adalah bagian penyempurnaan di kehidupan lalu. Jika kembali melakukan kesalahan di kehidupan ini, maka karma yang akan diterima dikehidupan berikutnya akan lebih sengsara. Tidak lagi sebagai manusia tetapi bisa terlahir sebagai tumbuhan atau hewan/binatang.
Murid : Apakah boleh memakai benang tridatu yang banyak ?
Mahaguru : Tidak ada yang dilarang dalam penggunaannya, yang terpenting adalah mengingat makna 3 warna itu sebagai pedoman hidup.
Di kehidupan ini tentu tidak terlepas dari rasa sakit/Mala di masa silam. Penyakit diciptakan oleh Dewa Brahma untuk mengingatkan manusia dimana kekurangan kita sehingga bisa sakit, Dewa Wisnu sebagai Pemelihara Penyakit tersebut akan menuntun manusia bagaimana menghilangkan rasa sakit tersebut, dan Dewa Ciwa Sebagai Pelebur Penyakit menuntun juga bagaiman upaya kita menghilangkan penyakit itu.
Murid : Artinya Dewa Brahma tidak sayang Manusia karna menciptakan Penyakit ?
Mahaguru : hehehehe. bukan begitu maknanya, Tugas dan tuntunan sebagai Sinar Suci Sang Hyang Widi adalah bagian dari tugas dan kewenangan. Ini menuntun manusia bagaimana supaya tidak menderita penyakit yang cukup lama.
Murid : Bolehkah memohon supaya Dewa Brahma tidak menciptakan penyakit kepada saya ?
Mahaguru : menolak penyakit adalah menolak lingkaran kehidupan. Tidak ada satu manusia yang terbebas dari penyakit, cuman kita bisa memohon dan berupaya segera sembuh. Menolak sakit sama dengan menolak karma walaupun dengan ajaran ilmu yang sangat tinggi.
Sehingga kita harus mengerti dan menyadari bagaimana bisa terjadi sakit, apa yang kurang dari kita, apakah kita menjaga tubuh dengan baik. Selanjutnya bagaimana supaya sakit tidak berkepanjangan, dan bagaimana upaya kita untuk melebur sakit dikembalikan kepada sang Wenang.
Murid : Apakah yang harus kita lakukan supaya tidak sakit berlama-lama ?
Mahaguru : Hal utama adalah berserah diri, semua penyakit akan ada, ada dan hilang itu sudah digariskan sesuai karma kita. Semakin mempertebal sembah bhakti kepada Hyang Widi akan mempercepat proses itu. Dalam Hindu khususnya di Bali seringkali dikeluhkan Bahwa Ida Bhatara Hyang Guru “NYAKITIN SENTANA”, itu tidaklah benar. Hyang Guru atau Leluhur saat inipun masih menjalani hukuman dari karma kehidupan yang silam. Sakit yang terjadi biasanya hanya dicirikan seperti itulah Hyang Guru kita menjalani hukuman.
Dalam sembah Bhakti kita sebagai Keturunan/Sentana memohon dalam doa kita sehari-hari “Semoga Ida Bhatara Hyang Guru/Leluhur Menembuskan doa permohonan kita, serta memohon supaya Leluhur kita mendapat tempat yang lebih baik lagi sesuai kepatutan.”
Kalau kita sudah rajin sembahyang, otomatis Bhatara Hyang guru kita akan membantu kita memohon kepada Ida Bhatara atau Dewa Dewi. Mari buat Leluhur kita tersenyum dan bangga sehingga kita bisa lebih baik menjalani kehidupan.
Tuntutlah ilmu Dharma sebanyak-banyaknya, apalagi dijaman KALIYUGA ini apa yang benar adalah dianggap Keliru, dan Yang Salah adalah suatu Kebenaran yang Mutlak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.